Selasa, 28 September 2010

Demokrasi Religius



Nurcholish Madjid (Cak Nur) dan M. Amien Rais adalah dua intelektual terkemuka Islam Indonesia yang kritis. Mereka juga orang yang berada di depan bagi upaya penegakan demokrasi di negara ini. Bahkan, mereka tak henti-hentinya meneriakkan demokrasi ketika ia dicederai tidak saja oleh negara tetapi juga politisi. 
Sebagai pemikir Islam, mereka tidak saja menganjurkan diberikannya muatan-muatan nilai-nilai Islam dalam politik, lebih dari itu mereka juga menjadi pelaku utamanya. Artinya, tidak sekadar mencari dalil-dalil ajaran Islam bahwa Islam sesuai dengan demokrasi seperti yang diteriakkan intelektual Islam lainnya. Tetapi, pengakuan dan perilakunya sudah menunjukkan bahwa Islam tak bertolak belakang dengan demokrasi. Perkara beberapa negara muslim di Timur Tengah dan juga Indonesia selama ini mempraktikkan otoritarianisme itu soal lain. Inilah yang ingin dikembalikan keduanya agar berada pada posisi yang sebenarnya.
Buku ini ingin melihat peta pemikiran Cak Nur dan Amien Rais tentang hubungan Islam dan Demokrasi dari sudut pandang partisipasi rakyat, kebebasan, penegakan hukum, keadilan sosial, mutu pendidikan dan masyarakat madani. Mengapa? Karena enam pilar di atas merupakan esensi demokrasi.
Meskipun sama-sama memperjuangkan demokrasi dan mendasarkan perilakunya pada ajaran Islam, buku Demokrasi Religius ini menunjukkan bahwa keduanya punya dasar pijakan dan aktivitas yang berbeda.
Benar, bahwa Cak Nur dan Amien Rais menganggap bahwa demokrasi merupakan salah satu sistem yang seharusnya menjadi pilihan paling bagus buat manusia modern, termasuk bangsa Indonesia. Tetapi, sebagai paham yang datang dari Barat, ia tak lepas dari kekurangan. Di sinilah, dibutuhkan muatan lokal atau nilai lain yang sesuai dengan konteks masyarakatnya. Islam menjadi salah satu basis dasar yang ikut menutup kebolongan demokrasi Barat. 
Penulis buku ini memandang, meskipun demokrasi sama-sama dianggap peling penting bagi pemerintahan modern saat ini, keduanya juga punya perbedaan. Bagi Cak Nur, demokrasi harus didasarkan pada pluralisme bukan pada tataran konsep, tetapi pada tataran praksis. Ia harus dipahami sebagai pertalian sejati kebhinekaan dalam ikatan-ikatan keadaban. Bahkan ia menandaskan pluralisme dasar utama keselamatan manusia. Pluralisme juga sudah menjadi kehendak Tuhan (QS, 49:13) dan diajarkan Islam (QS,5:44-50).
Sementara Amien Rais menganggap demokrasi harus didasarkan pada tauhid sosial. Secara sederhana ia diartikan sebagai penegakan keadilan sosial di dalam masyarakat. Tauhid ini tentu saja sumber dasarnya dari Tuhan. Manusia berkewajiban menegakkan orde soscial yang adil dan etis. Tauhid sosial Amien yang dipengaruhi oleh Abu A’la Al Maudidi, Ikhwanul Muslimin, Moh. Natsir bermakna pembebasan radikal dari tirani dan zalim dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar